Segelas Jamu dan Cerita Demokrasi

Nama : Made Prema Putri Liemena

Nim : 12210053

Kelompok : 10 

 

 

Segelas Jamu dan Cerita Demokrasi

 

     Di suatu malam yang dingin, seorang ayah dan anaknya tengah duduk di trotoar yang nampaknya sudah terlihat lusuh.Terlihat sang anak begitu terpukau akan gemerlap lampu lampu gedung pencakar langit Ibu Kota dan sang ayah yang nampaknya begitu sabar menjawab satu per satu pertanyaan yang dilontarkan sang anak. 

 

 

“Woaahhhh.. bagus banget ya pak!” kata sang anak kepada ayahnya,


“Aku ingin tinggal di salah satu gedung itu pak!!” ucap sang anak dengan penuh semangat,

 

“Iya nak, ayo ini diminum dulu jamunya biar badan kamu anget” ucap sang ayah sembari memberi Raffa satu gelas jamu yang ia beli dari pedagang jamu keliling yang mangkir disana.

 

 

     Raffa, nama sang anak yang memiliki tekad dan semangat yang sangat tinggi di usianya yang terbilang muda. Sejak umur 4 tahun, Raffa tinggal berdua dengan ayanhnya Toni atau yang biasa dikenal dengan panggilan pak Ling. Iya, pak Ling, warga sekitar memanggilnya pak Ling karena ia dan Raffa tidak menetap dan kerap kali berkeliling untuk mencari plastik atau barang bekas untuk dijual, atau biasa disebut “mulung”. 

 

 

“Pak! dijawab yang benar dong, afa benar benar ingin tinggal disana pak!” ucap Raffa dengan nada manjanya,

 

“Iya anakku sayang, suatu saat nanti kamu bisa kok tinggal disana..”

 

“Kenapa suatu saat nanti pak?! memangnya sekarang siapa yang tinggal disana” sambar Raffa masih dengan nada manja khasnya,

 

 

“Yang tinggal disana sekarang itu orang orang berduit nak, ntah duit halal atau tidah hahahah..” kata sang ayah dengan nada bercanda,

 

“Hah..? apa itu artinya kita bukan orang kaya pak? berarti benar dong yang ucil dan jaya katakan! Kalo afa itu kere!!” ucap Raffa dengan suara bergetar,

 

 

Ucil ,Jaya dan kawanannya adalah bocah bocah yang tinggal disekitar sana, memang kerap kali tertangkap basah sedang menggangu Raffa baik secara ucapan ataupun tindakan.

 

 

“Heh tidak usah dimasukkan ke hati ya faa… memangnya Raffa tau apa itu artinya kere?”

 

“Hmm.. ya nggak sih pak, hanya tau kalau kere itu bukan hal yg keren!! Yang keren itu kaya!” ucap Raffa polos,

 

“Hahaha nak nakk.. kamu ini bisa saja, kamu mau ndak nak mendengarkan cerita bapak..?” kata sang ayah sembari sesekali menyeruput jamunya,

 

“Mau mau!! Raffa suka banget dengerin cerita bapak!”,

 

“Di dunia ini, tidak semua yang Raffa mau Raffa bisa dapatkan, apalagi secara instan..”,

 

“Dulu, sebelum ada Raffa di dunia, bapak merupakan seorang buruh angkat barang di salah satu toko di pasar.Ayah bertemu ibu kamu disana, ibu kamu merupakan cucu dari pemilik toko, sedangkan bapak hanya merupakan buruh angkat barang disana. Kami cukup cepat akrab dan merasa memiliki pemikiran yang sama.”

 

“Lalu ibu dimana pak?! berarti ternyata Raffa punya ibu dong pak!!” potong Raffa

 

“Heh ndak baik motong pembicaran orang begitu fa..,didengarkan dulu bapak sampai selesai ya” ucap sang ayah sabar

 

“Iya pak maaf”

 

“Itu merupakan kesalahan terbesar bapak, jatuh cinta.Memang kata orang jatuh cinta itu tidak salah, tapi disini, bapak jatuh cinta dengan cucu saudagar kaya raya sedangkan bapak hanya merupakan salah satu pekerja kotor disana.Yah.. hidup ini memang tidak bisa kita tebak.Saat itu semangat bapak sangat membara, bapak bekerja banting tulang demi bisa setara dengan ibu kamu.Namun bagaikan tanah dan langit, perbedaan itu terlalu jauh, sekeras apapun bapak bekerja itu semua tidak mungkin terjadi. Bapak dan ibumu mulai berpacaran diam diam setelah 3 bulan pendekatan”,

 

“….trus trus pakk?!” ucap Raffa penuh semangat

 

“Setelah lama bapak berpacaran sama ibu kamu, kita dibutakan cinta dan melakukan hal yang belum sepantasnya kita lakukan, hingga lahirlah kamu ke dunia ini fa..”

 

“Melakukan apa pakk??” kata Raffa dengan raut wajah penasaran

  

“Yaa.. nanti saat kamu beranjak remaja kamu juga akan paham nak..”

 

“Lalu pak?? lanjutkan lagi dong ceritanya”

 

“Nah setelah kita tau ada kamu di perut ibumu,hal pertama yang terbersit di pikiran bapak adalah bagaimana cara bapak bisa mendapat restu dari keluarga ibumu.Di satu sisi kita bahagia banget kamu hadir nak..” lanjut bapak dengan raut wajah yang tidak bisa ditebak,

 

“Lalu pak?? kenapa sekarang ibu tidak disini sama kita?” tanya Raffa

 

Pak Ling  hanya tersenyum menanggapi pertanyaan yang dilontarkan putra semata wayangnya.

 

“Hah sayang sekali,kakek nenekmu tidak merestui hubungan kita, seperti yang sudah bapak katakan di awal. Keluarga ibumu murka dan benci sama bapak” lanjut Pak Ling sembari meminum sisa jamunya,

 

“Bapak masih berusaha mendapatkan hati keluarga ibumu, bapak meyakinkan mereka bahwa ibumu tidak akan kesusahan, namun apa boleh buat keluarga ibumu semakin membenci bapak hingga membuat tuduhan tuduhan miring tentang bapak”,

 

“Mereka memaksa ibumu untuk diam dirumah dan tutup mulut, bapak dituduh melecehkan ibumu secara paksa hingga membuatnya hamil. Bapak saat itu tidak berdaya, polisi datang menjemput bapak secara paksa. Dengan sisa uang tabungan yang bapak miliki, bapak mencoba menyewa pengacara untuk membantu bapak, namun karena keluarga ibumu merupakan keluarga terpandang saat itu, mereka membayar semua pengacara yang ingin bapak sewa”

 

“Mereka menghalalkan segala cara untuk membuat bapak jatuh dan tidak bisa bangkit lagi. Di hati kecil bapak, bapak sangat berharap ibumu buka suara dan setidaknya memberi kesaksian bahwa bapak tidak melecehkannya. Namun, kenyataan memang tidak selalu sesuai dengan harapan kita, ibumu tetap memilih untuk diam dan bahkan ia mengatakan ia tak ingin merawat bayi kita.”

 

“Lho pak trus aku gimana pak???” tanya Raffa masih dengan raut wajah kebingungan,

 

 

Pak Ling tersenyum menanggapi pertanyaan tersebut,

 

 

“Pada akhirnya, bapak memohon kepada keluarga ibumu untuk membiarkan bapak bebas dan merawat kamu, bapak bahkan berjanji kepada mereka untuk tidak muncul atau bahkan lewat dihadapan mereka.”

 

“Keluarga ibumu menyetujui hal tersebut, bahkan saat kamu lahir, bapak tidak diberi kesempatan buat Adzanin kamu. Bapak bahkan benar benar tidak sempat melihat ibumu untuk terakhir kalinya, kamu bahkan diserahkan kepada bapak melalui orang suruhan mereka.”

 

“Setelah kamu Bersama bapak, bapak mencoba bangkit dan mencari kerja, namun ternyata permasalahan itu gak selesai sampai disitu, keluarga ibumu ternyata masih menyebar fitnah ke rekan rekan pengusahanya. Mulai dari situ bapak semakin paham, keadilan di Indonesia masih sangat kurang, orang kecil seperti bapak akan terus ditindas sedangkan yang berkuasa akan semakin kaya, tak peduli kebenaran yang ada dibelakang itu.”

 

 

 

“Penyesalan terbesar bapak adalah tidak menjadi bapak yang bergelimang harta untuk kamu fa..Suatu saat nanti, saat kamu sudah dewasa dan sudah mengerti keadaan negri ini, jangan pernah ikut menjadi mereka mereka yang kejam kepada orang kecil seperti kita”

 

 

“Hmmm” Raffa bergumam

 

 

“Kenapa nak? Bosan ya mendengar cerita bapak” tanya Pak Ling

 

 

“Ndak pak, afa bingung, ketidakadilan yang bapak maksud itu seperti apa”

 

 

“Yaa seperti di Indonesia ini, hukum tumpul ke atas tapi tajam kebawah”

 

 

“Jelaskan dong pak!” sambar Raffa penuh tanya

 

 

“Iya nak, jadi hukum di Indonesia lebih memihak ke atas atau lebih memihak kepada orang atas yang lebih berduit dan bergelimang harta, sedangkan untuk orang kecil seperti kita, sangat sulit untuk meminta lindungan kepada lembaga atau hukum yang ada. Orang orang berkuasa memiliki permainannya sendiri, mereka memegang kendali atas hukum di Indonesia.Kita tidak memiliki tempat atau lembaga yang bisa melindungi kita, bahkan undang undang sekalipun. Kita hanya punya diri kita dan Allah untuk berdiri di negri ini”

 

 

 

“Bapak harap suatu hari nanti, kamu bisa menjadi orang sukses dan jangan lupakan pesan bapak ya nak untuk tidak tergiur dan tidak buta kebenaran karena jabatan atau uang yang kamu miliki, tetaplah memihak kebenaran nak”

 

 

Suasana dingin dan bunyi jangkrik semakin nyaring terdengar, Pak Ling pun menoleh ka arah sang anak, Raffa. Tanpa disadari, Raffa telah tertidur pulas dengan suara nafasnya yang lembut.

 


“Nak… nak, bapak bercerita kamu malah tertidur…tidur nyenyak ya anakku sayang, semoga kamu tumbuh menjadi anak yang bisa mengubah negri ini” ucap bapak sambal tersenyum tipis.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Covid-19 Memaksa “Melek” Teknologi

PENGARUH PERKEMBANGAN TEKNOLOGI DIGITAL TERHADAP PERGESERAN MORAL GENERASI MUDA

DAMPAK TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI TERHADAP AKTIVITAS PENDIDIKAN